Jumat, 24 September 2010

Pungli Merambah Di Mana-Mana....

Pungli Merambah

Nasabah Bank Danamon Gerah

Tasikmalaya-Sejatinya institusi Bank swasta itu selalu mengedepankan pelayanan yang profesional nan handal terhadap konsumennya.Karena sadar esensi rivalitas antar bank itu sangat kompetitif, baik itu dengan pihak bank swasta maupun dengan pihak bank pemerintah, maka berbagai macam program pun gencar di gelar sebagai sarana promosi untuk di tawarkan terhadap publik guna untuk bisa menarik menjadi nasabahnya.Tapi apa yang terjadi di Bank Danamon justru sungguh kontras dengan paradigma Bank lainnya, karena kini terbukti sejumlah nasabah Bank Danamon Kota Tasikmalaya mengeluh juga merasa gerah sebab pungutan liar (pungli) telah merambah Bank Danamon.Tindakan oknum petugas Bank tersebut melakukan pungli sebesar Rp. 250 ribu kepada setiap nasabah yang meminjam uang minimal 2 juta sampai dengan maksimal 20 juta secara sepihak itu, sangat mencoreng reputasi Bank itu di mata publik, padahal menurut para nasabah juga consensus dengan jajaran direksinya, bahwa pinjaman tersebut tidak di perkenankan ada potongan sepeser pun karena pinjaman tersebut merupakan program kerja sama antara pihak dari Adira dengan Bank Danamon.

Menurut salah satu nasabah yang enggan jati dirinya di sebutkan itu mengatakan kepada Koran Tadjuk bahwa untuk meninggkatkan daya volume nasabah, baik pihak Adira maupunn Bank Danamon mengulirkan program kerja sama bilateral yaitu bagi setiap nasabah Adira yang lancar pembayarannya di atas 6 bulan, maka akan di permudah untuk bisa mengajukan peminjaman uang langsung ke Bank Danamon tanpa angunan.Dalam penawarannya itu pihak Adira maupun Bank Danamon berkomitmrn tidak akan ada potongan sepeseser pun terhadap nasabah yang akan meminjamnya,tetapi ironisnya justru dalam kenyataanya timbul ada potongan dari oknum petugas tersebut.Nasabah pun bertanya apa memang benar potongan itu sepengetahuan dari pihak direksi Bank Danamon juga Adira atau tidak?karena sewaktu penawaran pun di sebutkan tidak akan ada potongan,tapi realisasinya justru kontradiktif.Oknum itu pun pintar berdalih dengan memberikan alasannya yang sangat klise yaitu hal tersebut sudah merupakan rahasia Bank yang tidak boleh di ketehui oleh nasabahnya.Lucunya setelah para nasabahnya menanyakan ke pihak Bank Danamon yang di cabang Bandung yang notabene membawahi Bank Danamon Tasikmalaya,ternyata tidak ada potongan apa pun bagi nasabahnya.”Apa memang cuma di Tasikmalaya saja yang di perlakukan untuk ada potongan gelap tersebut?,”terangnya heran.

Lebih lanjut sumber menandaskan bahwa sungguh tragis suatu Bank swasta yang bonafide bisa berbeda antara satu kota dengan kota lainnya serta memperlakukan alasan terhadap nasabahnya tidak jelas, bahkan seolah tindakan pungli itu begitu vulgar di depan mata.Pemotongan itu jelas sangat merugikan juga mengecewakan pihak nasabah yang notabene merasa di kebiri oleh ulah oknum tersebut.Sehingga timbul polemik menjadi pertanyaan publik selama ini.Kalau pun memang kegiatan pungli itu di wajibkan secara de fakto sudah saja di legalisasi secara de jure saja supaya tidak ada kesimpangsiuran di mata nasabah.Akibat prilaku oknum itu tak heran kepercayaan konsumen akan anjlog sebab reputasinya tercoreng dan hanya tinggal menunggu hitungan hari saja bom waktu akan segera meledak yaitu lambat laun sejumlah nasabah akan segera hilang dari permukaan Bank tersebut yang pada akhirnya nasabah tersebut akan berpaling ke pihak Bank lain yang tentunya bersikap profesional dalam mengedepankan pelayanan prima terhadap nasabahnya.

Sementara itu ketika Tadjuk konfirmasi dengan koordinator bagian penagihan Bank Danamon Aryanto,justru tidak memberikan statemen sedikit pun,malah hanya ekspesinya saja yang nampak memerah seolah menahan gejolak emosinya.Bahkan pria berkacamata minus itu setelah di konfirmasi mengenai prihal pungli itu ternyata lebih memilih buru-buru menghindar dan meninggalkan Tadjuk,dengan alasan klise bahwa dirinya masih banyak kerjaan,akhirnya Aryanto menghilang bak di telan bumi tanpa sedikit pun memberikan statemen.Sungguh memilukan prilaku pria tersebut di samping juga tidak menghargai tugas seorang jurnalistikAriska

RSU Prasetya Bunda Abaikan

Perda No 19 Tahun 2003

Tasikmalaya-Sangat ironis di saat Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya sedang gencar-gencarnya untuk menaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari berbagai bidang yang sangat berpotensi untuk di gali, sehingga nantinya bisa di harapkan memberikan kontribusi berarti terhadap Pemerintah.Salah satu dari sektor yang potensi itu adalah parkir yang bisa di gali untuk di andalkan,karena parkir itu sangat signifikan kontribusinya terhadap PAD.Saking vitalnya potensi itu maka berembuklah pihak eksekutif dan legislatif untuk membuatkan payung hukumnya,sehingga lahirlah Peraturan Daerah (Perda) Kota Tasikmalaya Nomer 19 tahun 2003 tentang pajak parkir itu.Selanjutnya terbit juga Surat Keputusan (SK) Walikota Nomer 23 tahun 2005 tentang petunjuk pelaksana juga tata cara pemberian ijin pengelola parkir di luar badan.Bahwa fasilitas pelayanan di pungut atau tidak di pungut di kenakan kontribusi pajak parkir kepada Pemkot melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) sebesar 20% dari pendapatan bruto sesuai dengan kegiatan kendaraan yang parkir.Terus bila ada perubahan tarif yang akan di lakukan harus konfirmasi terlebih dahulu kepada pihak pengelola dengan Dishubkominfo.

Namun ternyata upaya Pemkot itu hanya sia-sia saja, karena terbukti tidak di respon oleh segelintir element suatu perusahaan swasta yang berinvestasi di Kota Santri tersebut.Salah satunya itu adalah Rumah Sakit Umum Prasetya Bunda (RSUPB) yang jelas seolah mengabaikan bahkan cenderung berkonfrontasi dengan Perda juga SK Walikota.Karena pihak RSUPB yang berdiri megah nan mewah yang berada di kawasan Irhanda By Pass itu dengan tegas menolak untuk memberikan kontribusi dari retribusi parkir selama ini ke Dishubkominfo.

Menurut Kepala UPTD parkir Dishubkominfo Agus Jamaludin SIP mengatakan kepada Tadjuk bahwa pihaknya sangat prihatin dengan sikap yang tidak kooperatif pihak RSUPB itu, karena sebagai Rumah Sakit yang bonafid ternyata tidak mengindahkan kewajibannya untuk memberikan kontribusi pajak parkir sebesar 20 % dari pendapatan bruto sesuai regulasi Perda ke Pemkot.Bahkan pihaknya sudah melakukan beberapa kali pendekatan secara persuasif, baik itu dengan datang secara langsung maupun via surat sebagai upaya agar RSUPB bisa andil juga sadar terhadap kewajibannya, tapi ternyata mereka memilih tidak meresponnya sama sekali dan terkesan menghindar.Entah alasan apa mereka tidak kooperatif, padahal kalau melihat volume kendaraan terlihat nampak begitu banyak kendaraan pasien baik roda dua maupun empat yang parkir di setiap harinya berseliweran masuk atau keluar.Apa lagi di dalam areal RSUPB itu juga kan ada fasilitas minimarket, ATM, beberapa toko juga sarana lainya sebagai penunjang.Kalau pun mereka butuh petugas parkir pihaknya akan segera menempatkanya.”Saya akan terus mengupayakan agar mereka bisa memberikan kewajibannya, karena bagaimana pun pajak parkir itu sebagai salah satu icon yang memberi kontribusi berarti kepada PAD,”terang pria low profil itu.

Lebih lanjut mantan Kasie di Kelurahan Layungsari itu menandaskan, kini pihaknya sedang mengupayakan PAD dari parkir itu sebesar 1 miliar,maka dari itu pihaknya terus berusaha juga berupaya untuk bisa mengali potensi yang bisa memberikan kontribusinya.Pihaknya kini sedang gencar ke lapangan mendata seratus titik yang di indikasikan bisa menghasilkan pemasukan yang optimal terhadap PAD.Dengan menjemput bola pihaknya terus mendatangi secara persuasif ke berbagai sektor institusi swasta, Kantor Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau sektor-sektor lainnya yang di nilai berprospektif.

Di tempat terpisah salah satu pentolan dari Forum Aliansi Rakyat Tasikmalaya (FARAT) Drs Yan Opis Suhada ikut menyesalkan dengan kondisi tersebut, karena hal itu merupakan preseden tidak ada kepedulian investor yang notabene berada di wilayah Tatar Sukapura untuk andil dalam memberikan kontribusinya.Mereka jangan hanya mereguk keuntungan semata tanpa ada kesadaran terhadap kewajibannya.Sebab kalau di biarkan terus Pemkot akan kehilangan income dari sector parkir yang notabene sebagai andalan utamanya,apa lagi PAD parkir itu sudah di target 1 miliar.” Sangat kontras realitasnya bila Rumah Toko (Ruko) ataupun minimarket yang notabenenya berada di bawah Rumah Sakit megah itu, bisa andil ikut membayar pajak, masa RSUPB tidak bisa seh, kan lucu toh,”terang pria alumni Udayana Bali itu.

Sementara itu ketika Tadjuk akan konfirmasi kepada Direktur RSUPB dr.H Muzwar,MM.Kes ternyata yang bersangkutan sedang tidak ada di tempat.Ariska

Surat Edaran Walikota Datang,

Pedagang Situ Gede Meradang

Tasikmalaya-Syahdan demi mengaplikasikan diri isi pasal 23 ayat 1 Perda Kota Tasikmalaya tentang rencana tata ruang wilayah mengenai kawasan lindung yang meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan SUTT, sempadan Situ dan mata air, juga pasal 13 ayat 1 peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomer 8 tahun 2005 yang menetapkan garis sempadan Situ sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Akhirnya sebagai penguasa Walikota pun bisa berdalih memberikan titah via surat edaran kepada 50 pedagang makanan juga minuman dan warung nasi yang berada di kawasan wisata Situ Gede Kota Tasikmalaya untuk segera membongkar kiosnya sendiri dan hengkang sebelum aparat yang akan membongkarnya.Dengan datangnya surat tersebut ternyata membuat meradang pedagang yang mencari nafkah di lingkungan wisata tirta milik BPSDA Provinsi Jawa Barat tersebut.

Menurut salah satu pedagang yang enggan di sebutkan jatidirinya kepada Tadjuk juga mengaku sudah menerima surat edaran itu, mengatakan dengan adanya surat edaran itu tak ayal membuat para pedagang berselimut resah nan gelisah, karena tentunya berdagang bagi mereka merupakan sandaran andalan mata pencaharian utamanya.Apalagi mereka sudah berdagang berlangsung relative cukup lama, karena notabene yang jualan itu tentunya juga orang pribumi setempat.Selama berjualan di kawasan wisata itu para pedagang bisa membiayai kehidupan sehari-harinya,termasuk bisa menyekolahkan anak-anaknya, bahkan banyak pedagang lainnya bisa mencicil/mengkredit sepeda motor sebagai penunjang sarana untuk transportasi. Justru kehadiran para pedagang itu membuat semarak kawasan wisata primadona tirta di tengah kota itu begitu hidup,di samping juga turut membuka lapangan pekerjaan bagi warga setempat.”Jika usaha kami di bongkar atau di tutup oleh penguasa, mau kemana lagi kami mencari nafkah untuk membiayai hidup anak-anak, apalagi mereka masih sekolah, kami harus pindah kemana?,jangan bisanya main gusur donk!”geramnya.

Lebih lanjut sumber menandaskan pihaknya bingung kalau kiosnya di bongkar harus pindah kemana?karena pihaknya hanya mengandalkan berdagang di lingkungan tersebut dan tidak punya usaha lainnya.Justru banyaknya pedagang itu membuat ramai suasana bagi pengunjung yang datang, Sebab pelancong yang kebanyakan membawa keluarga juga tak ketinggalan pasangan muda mudi itu kebanyakan pingin rilek di warung sambil menikmati indahnya panorama alam wisata tersebut.Apa lagi sekarang ada arena jogging track,makanya tak heran kalau hari jumat sabtu dan minggu itu merupakan kunjungan yang paling ramai sekali datangnya para pelancong itu dan tentunya membawa rezeki nomplok bagi seluruh komunitasnya.Pihaknya dengan tegas menolak bila kiosnya serta kawasan tersebut sering di jadikan arena esek-esek serta di hinggapi aktivitas kupu-kupu malam yang sering mangkal mencari hidung belang juga peredaran miras dan narkoba.”Kami sudah membentuk Komunitas Pedagang Pariwisata (Kompipar) tapi belum di lantik sampai saat ini, tujuannya sebagai sarana untuk menyatukan misi dan visi para pedagang yang ada di sini,”terang Bapak dua anak itu.

Juha Abidin salah satu pengunjung yang sering mengabiskan weekendnya ke Situ Gede mengaku kecewa bila para pedagang akan di bongkar,karena tidak terbayangkan bila suatu kawasan wisata tanpa ada pedagang,pasti akan sepi.Padahal eksistensi pedagang itu merupakan salah satu point yang ikut meramaikan semarak lingkungan wisata di mana pun.Apa lagi banyak pengunjung abis naik keliling rakit atau jogging pasti muaranya ke warung yang ada berada di lokasi tersebut.”Bagaimana pun interaksi pengunjung dan pedagang itu sudah saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya,”terang salah satu anak baru gede (ABG) itu.

Sementara itu di tempat terpisah salah satu pentolan Forum Aliansi Rakyat Tasikmalaya (FARAT) Drs Yan Ofis Suhada yang di dampingi oleh Ir Yadi Effendy menandaskan pihaknya menyesalkan dengan cara main hantam kromo itu yang notabene mematikan usahanya,meski baru sebatas surat edaran / himbauan belaka.Karena kalau itu berhasil di eksekusi,maka akan timbul kerugian dari berbagai aspek yaitu pertama mata pencahariannya secara psikologis akan kehilangan dan menimbulkan beban untuk menanggung biaya keluarga dan selanjutnya adalah konsekuensi logis akibat itu semua, tentunya hanya akan menyisakan bom waktu masalah bagi komunitasnya, yaitu pengangguran secara sistematis.Justru seharusnya pemerintah bisa untuk mengurangi penganguran dan membuka lapangan pekerajaan.Seyogianya para pedagang yang di motori oleh Kompipar bisa berdialog dengan Walikota untuk mencari solusinya juga akan lebih baik bila adanya relokasi kemana mereka untuk bisa tetap berdagang atau dengan pihak dewan yang bisa memfasilitasinya untuk komunikasi dua arah dengan Walikota tersebut.“ Meski pun saya sepakat dengan adanya peraturan tersebut, namun, aspek sosial juga harus dipertimbangkan, apalagi ini menyangkut harkat dan hajat hidup orang banyak,justru pedagang tersebut memiliki potensi ekonomi yang luar biasa untuk di kembangkan,”terang alumnus Udayana Bali itu.

Wakil Walikota Ir Dede Sudrajat menegaskan pihaknya akan tetap melakukan penertiban kepada warung-warung yang berjejer tersebut, karena areal itu di larang untuk jualan.Tapi pihaknya juga akan tetap berusaha merelokasi para pedagang sebab hak-hak mereka harus tetap di akomodir untuk berdagang, terlebih Situ Gede merupakan ajang wisata bagi warga Kota Tasikmalaya.”Situ Gede kan bukan hanya kawasan untuk mengairi sawah saja, namun kini sudah menjelma sebagai arean wisata tirta primadona,”tutur Pria pemilik salah satu Oto Bus Budiman kepada Tadjuk di sela-sela Hari Krida di Depo Perikanan pekan lalu.(Ariska)

Namanya Tak Masuk Data Base,

79 TKK Makin Tak Jelas Nasibnya

Tasikmalaya-Memprihatinkan eksistensi 79 nasib tenaga kerja kontrak (TKK) sebagai salah satu karyawan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tasikmalaya makin tidak jelas rimba masa depannya.Padahal Menurut PP Nomer 48 Tahun 2005 pengangkatan TKK atau honorer menjadi CPNS sudah harus masuk data base tahun ini.Peluang untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dalam penantian rindu sudah tertutup layar.Jangankan untuk mereguk asa sebagai PNS, bermimpi masuk dalam database saja tidak ada.Sungguh ironis pengabdian serta bekerja tak kenal lelah dalam hitungan tahunan selama ini seakan tidak ada artinya.Mimpi menjadi seorang pamong hanyalah isapan jempol belaka saja.Terbukti pihak RSUD selama ini seolah apatis dengan tidak mengakomodirnya untuk pengajuan CPNS tahun ini, juga tidak ada rona kepedulian serta tanggung jawab moril untuk memperjuangkannya, padahal mereka itu masa bhakti bekerjanya sudah bertahun-tahun yang tentunya ingin ada kepastian tentang masa depannya agar ada kenyamanan dalam bekerja, tapi RSUD malah menutup mata terhadap realita yang ada, justru lucunya RSUD malah memprioritaskan karyawan yang baru tiga tahunan bekerja yang di masukan ke dalam database.Hal itu tentunya membuat heran dengan sikap yang tidak populis di lakukan RSUD yang hanya menimbulkan diskriminatif yang cenderung suatu saat bisa eksplosif antar karyawan untuk berkonfrontatif.

Menurut salah satu sumber yang namanya di rahasiakan mengatakan kepada Tadjuk bahwa dirinya sudah mengabdi bekerja selama 9 tahun di RSUD itu dengan harapan namanya bisa masuk data base serta bisa menjadi pegawai negeri sipil kelak.Di tempatnya bekerja itu terdapat TKK sebanyak 79 atau yang di kenal dengan sebutan forum 79.Di dalam forum itu rata-rata banyak yang sudah mengabdi bekerja lama dan tentunya sudah banyak berkeluarga.Anggota forum sangat prihatin dengan Direktur RSUD seolah apatis dan tak pernah menggubris aspirasi mereka tentang nasibnya selama ini, pihaknya ingin ada kepastian tentang masa depannya agar dalam bekerja bisa ada kenyamanan.Seyogianya Direktur itu berupaya untuk bisa memperjuangan karyawannya yang tidak masuk data base guna bertanggung jawab moral sebagai pimpinan.Padahal dirinya serta rekan senasib dalam kontek bekerja sangat optimal untuk memberikan pelayanan prima terhadap para pasien selama ini.Mulai dari shif pagi, sore dan malam selalu di jalani dengan baik.Seakan pihak RSUD tidak ada perhatian sama sekali, bahkan ketika ada rekannya TKK yang akan mengajukan pindah kerja ke divisi lain, dengan tujuan untuk menambah wawasan kerja selalu tidak di responnya.Yang membuat herannya lagi ada kepala instalasi yang pangkat juga golongannya jauh berada di bawah anak buahnya, padahal kan berdasarkan DUK seharusnya yang menjadi pimpinannya itu pangkat dan golongannya di atas anak buahnya ”Saya heran kenapa Forum 79 ini tidak bisa terakomodir?seolah kami ini komunitas termarginalkan dalam suatu institusi sebuah rumah sakit milik pemerintah,”herannya.

Sementara itu Direktur RSUD Dr H Wasisto Hidayat mengatakan pihaknya menolak bila tidak aspiratif dengan forum 79 itu, justru pihaknya sangat memperhatikan nasib karyawannya yang notabene gajinya di bayar dari pendapatan rumah sakit tersebut.Terbukti pihaknya sudah berupaya tiga tahun ke belakang berjuang untuk mengakomodir forum 79 itu dengan pengajuan mereka ke dalam data base yang dimulai dari pihak RSUD mengirim ke bagian kepegawaian setda Pemerintah Kota (Pemkot), terus ke Bandung untuk selanjutnya di serahkan ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) di Jakarta.Tapi setelah di cek di BKN itu data forum 79 itu ternyata tidak ada namanya, mungkin saja format komputernya terproteksi juga beda sistem antara pusat dan daerah sehingga otomatis semua data error.Upaya lain yang di lakukan oleh pihaknya juga dengan Walikota, bahkan ketua Forum 79 Ajat pun ikut mendatangi langsung Menteri Aparatur Pendayagunaan (Menpan) serta Anggota DPR komisi II.Bahkan dirinya lebih enam kali bolak balik ke jakarta serta tiga kali ke Bandung .”Kalau bagi mereka yang usianya di bawah 35 tahun silahkan ikut test CPNS saja, sedangkan untuk usia yang di atas 35 tahun yang notabenenya langsung pengangkatan, silahkan menunggu Peraturan Pemerintah yang saat ini sedang di godok, jadi sementara ini sabar dulu lah”terang pria yang tadinya menjabat sebagai Wakil Direktur itu, seraya Wasisto juga menambahkan bahwa yang menentukan pindah kerja itu pimpinan bukan karyawan yang mengajukan, sedangkan untuk jabatan kepala instalasi itu non structural jadi bisa saja kepala tersebut pangkat dan golongannya di bawah anak buahnya.(Ariska)

Mantan Lurah Sumelap

Disinyalir Gelapkan Sejumlah Dana

Tasikmalaya -Sejatinyanya figure sebagai Lurah itu memberikan suri teladan bagi warganya.Karena integritas Lurah itu adalah sosok pemimpin di mata masyarakat sebagai icon panutan.Tapi apa yang di lakukan oleh oknum mantan lurah Semelap Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya DN sangat kontradiktif dengan nilai-nilai paradigma seorang pemimpin pajabat public.Ironisnya justru dirinya sewaktu menjabat sebagai Lurah pada periode tahun 2007-2008 disinyalir nekad mengelapkan sejumlah dana. Sungguh sangat memprihatinkan sepak terjangnya, duduk di kursi empuk sebagai penguasa, ternyata membuat dirinya lupa sebagai abdi pelayan terhadap masyarakat, justru dirinya malah menodai jabatan itu sebagai amanah yang seharusnya di jungjung tinggi.Ironisnya DN malah dengan leluasa mengerogoti sejumlah dana yang di peruntukan bagi warganya sebagai sarana untuk kepentingan pribadinya.Hanya cuma tergiur ingin mereguk keuntungan sesaat dengan dalih mencari sampingan pendapatan di luar gaji tanpa mempertimbangan aspek konsekuensi logisnya kelak.Mungkin pikirnya saat itulah untuk mencari kesempatan di dalam kesempitan mereguk uang.Untuk menjalankan aksinya itu juga agar manuvernya aman serta tidak ada orang yang berani menentangnya, dirinya perlu untuk memperagakan kinerja itu dengan sistem One Man Show bahkan terkadang menerapkan gaya otoriter sebagi penguasa tunggal, bukan kolektifitas mengerjakan pekerjaan itu dengan komunikasi dengan anak buahnya.Sehingga DN aji mumpung dengan leluasa melahap dana stimulant bagi para 9 RT juga 25 RW dengan total sebesar 1,5 juta.Akhirnya para RT dan RW itu gigit jari karena uang hak nya lenyap di terkam DN.Padahal uang tersebut seharusnya bisa di terima oleh para RT juga RW pada setiap per triwulannya dari bantuan Pemkot.Terus dirinya juga memotong dengan sepihak dana bagi penerima rehab rumah tidak layak huni masing-masing di pungut liar (pungli) sebesar Rp 500 ribuan bagi 4 KK penerima dan terakhir dirinya juga mengajukan lagi 1 KK untuk warganya dengan kompensasinya di potong 300 ribuan.Padahal sejatinya semua si penerima itu harusnya mendapat bantuan sebesar 2,5 juta per KK sesuai dengan bantuan dari Pemkot.MenuruDN juga memanipulasi bantuan aspal sebagai sarana untuk jalan, yang seharusnya mendapatkan 10 drum, tapi realitasnya malah 5 drum dan terakhir dirinya juga menyunat uang anak buahnya.Konon katanya DN pernah beberapa kali di panggil oleh pihak inspektorat, tapi dirinya lebih suka mangkir ketimbang menyelesaikan perbuatnya.Sungguh tragis, wibawa inspektorat sebagai salah satu instansi yang harus di segani, ternyata menghadapi sosok DN ternyata tak bernyali, sehingga peristiwa tersebut akhirnya sampai sekarang berlarut-larut tidak ada tindak lanjut, padahal seyogianya pihak inspektorat itu bisa menjeratnya dengan tindakan tegas.

Menurut salah satu sumber yang di rahasiakan namanya menandaskan kepada Tadjuk bahwa DN yang kini telah pindah kerja ke Dinas Pendapatan (Dispenda) Kota Tasikmalaya sebagai salah satu Kepala Seksi itu, ternyata kini seolah lepas tanggung jawab dan melemparkan segala perbuatannya itu kepada Lurah Sumelap yang baru Zaenal untuk memberikan kompensasi kepada warga yang telah di rugikan selama ini.Kontan saja hal itu membuat Zaenal juga seluruh pegawai kelurahan itu sangat berang, karena tidak tahu menahu tentang masalah itu.Sebab sangat tidak logis bila aparatur kelurahan yang harus menganti semuanya itu.”Mengapa Kelurahan yang harus jadi sasaran atas perilaku DN, bukan kah itu tindakan individualistic DN semata sebagai oknum, seyogianya dia lah yang harus bisa mempertanggung jawabkan segala perbuatannya, bukan lempar batu sembunyi tangan donk,”tutur nya geram.

Di tempat terpisah salah satu pentolan dari Forum Aliansi Rakyat Tasikmalaya (FARAT) Drs Yan Ofis Suhada yang di damping Ir Yadi Effendi ketika di temui di base camp nya di Kawasan Ampera Asri menandaskan bahwa dirinya sangat prihatin atas ulah mantan Lurah tersebut yang jelas telah telah mencoreng reputasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai pejabat di mata public.Hal itu jangan terus di biarkan, sebab akan menjadi preseden buruk tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan birokrasi selama ini.Harusnya ada tindakan kongkrit dari Inspektorat untuk membuatnya jera, karena kalau tidak ada action, di kuatirkan perbuatan itu akan di ulangi lagi dan yang lebih fatal bila prilaku itu ternyata malah di ikuti oleh para aparatur yang lainnya, sebab tidak ada ketegasan untuk menindaknya, padahal hal itu jelas sudah perbuatan indisipliner aparatur yang melanggar Peraturan Pemerintah (PP).Pemberian sanksi kan meliputi tiga hal yang pertama sanksi ringan berupa peringkatan dan pernyataan tidak puas, kedua sanksi dapat di berikan berupa penundaan pangkat dan pemberian gaji berkala, sedangkan yang paling terberat adalah berupa pemecatan atau pemberhentian tidak hormat.

Dengan adanya kasus itu secara psikologis bagi Lurah yang baru akan menjadi beban moril dan itu di kuatirkan bisa menganggu pelayanan terhadap masyarakat sekitar, mungkin juga yang paling di takutkan selama ini adalah adanya tingkat ketidak percayaan publik terhadap aparaturnya, hanya gara-gara ulah oknum Lurah yang lama.

”Saya merasa heran dengan sikap Inspektorat yang seolah menutup mata menangani kasus tersebut, seharusnya pihak Inspektorat bekerja pro aktif untuk menindak lanjutinya dengan disertai adanya laporan serta bukti yang valid untuk bisa mempertanggung jawabkan segala perbuatannya selama ini,”Papar suami Neti Kusuma Dewi itu.

Sementara itu ketika Tadjuk menemui DN di kantor Dispenda Kota Tasikmalaya, dirinya mengatakan secara diplomatis bahwa semua permasalahan tersebut sudah selesai dan itu semuanya kini sudah di akomodir oleh Lurah yang baru.”Saya kan sudah pindah kerja bukan sebagai Lurah lagi, jadi segalanya sudah menjadi tanggung jawab Lurah yang baru donk,”tuturnya singkat, seraya DN juga langsung bergegas buru-buru meninggalkan Tadjuk menuju ke luar kantornya.(Ariska)

Oknum PNS Di Duga Tipu

Petugas Kebersihan 10 Juta

Tasikmalaya- Ternyata tak ada gunanya bila ada salah satu oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) ketika pertama kali di lantik atau di sumpah sebagai abdi masyarakat akan konsisten menjaga reputasi korps di mata publik.Tapi ternyata di kemudian hari justru inkonsisten sikapnya, bahkan menodai segala janjinya dengan prilakunya sendiri.Tengok saja ulah salah satu oknum PNS yang dulunya bekerja di Dinas Lingkungan Hidup dan Pelayanan Kebersihan (LHPK) Kota Tasikmalaya berinisial WH yang disinyalir melakukan penipuan terhadap petugas kebersihan yang notabene adalah anak buahnya sendiri.

WH waktu itu menjabat sebagai salah satu mandor bagi para petugas kebersihan dan armada pengangkut sampah di LHPK di tahun 2008.Sebagai mandor tentunya dirinya punya wewenang juga wibawa di mata anak buahnya.Hingga WH pun bisa memanfaatkan jabatan itu untuk di salah gunakan dengan tujuan untuk di jadikan ladang mencari sebongkah uang.Caranya dengan pungutan liar (pungli) terhadap anak buahnya, secara kebetulan petugas kebersihan pada waktu itu rata-rata statusnya belum PNS masih tenaga kontrak.Hingga akhirnya WH memanggil ke 10 anak buahnya itu dengan alasan mereka itu harus mengikuti ujian paket C sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kriteria agar bisa melengkapi segala persyaratan administrasi untuk di usulkan masuk ke dalam data base, sehingga bila namanya terakomodir, niscaya kelak bisa menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), apa lagi mereka sudah lama mengabdi bekerja.Mendengar celotehan Bos nya itu, para petugas yang identik dengan uniform kuning-kuning itu langsung sangat sumringah, karena keinginan dari dulu untuk merubah statusnya itu ke arah masa depan yang lebih jelas yaitu kepastian untuk menjadi PNS bakal terwujud. Melihat korban begitu antusias dengan tawarannya itu, akhirnya WH berlaga seorang bak diplomatis ulung dan langsung berdalih bahwa mengikuti paket C itu tidak gratis melainkan harus membayar kepada dirinya per orangnya di pungut 1 juta.Konon katanya dirinya yang akan mengurus segala keperluan anak buahnya itu.Karena sudah kadung pingin segera namanya masuk data base,hingga akhirnya ke 10 orang itu setuju saja membayar total 10 juta ke WH.

Tadinya mereka sangat antusias menunggu kegiatan paket C itu untuk di gelar dan berharap setelah mengikuti kegiatan tersebut mereka akan segera di masukan ke data base untuk proses menjadi PNS.Tapi setelah di tunggu sekian lamanya waktu berjalan, kesempatan untuk mengikuti program paket C itu belum juga ada kabarnya.Setelah di tanya langsung beberapa kali ke WH yang di dapat hanyalah jawaban klise, WH hanya mengatakan nanti saja atau sabar dulu lah kepada mereka.Hingga yang tadinya anak buahnya itu sangat antusias, akhirnya jenuh juga dengan jawaban WH yang tak pernah memberikan jawaban pasti serta mengulur-ukur waktu.Sehingga tak terasa akhirnya WH pun pindah tugas kerja sebagai Satpol PP dan selanjutnya sekarang WH bekerja di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Tasikmalaya.Sementara anak buahnya yang di janjikan untuk mengikuti Program paket C di tinggalkan begitu saja tanpa ada pertanggung jawabannya.Akhirnya mereka pun sadar bagi WH telah serta merta telah menipunya.

Menurut salah satu korban mengatakan kepada Tadjuk bahwa dirinya serta rekan yang lainnya sangat mengharapkan WH untuk segera mengembalikan uang yang telah di pungutnya dulu, karena itu sudah jelas merupakan penipuan terselubung.Sebelum Dirinya juga rekan lainnya akan melaporkan kepada pihak yang terkait.”Saya menyesalkan dengan prilaku WH yang telah tega menipu kami sebagai karyawan kecil, uang yang saya bayar ke WH itu merupakan hasil meminjam ke orang lain dan sampai saat ini belum saya lunasi,”tuturnya.

Saat Tadjuk bolak balik akan konfirmasi ke WH di Dishubkominfo, ternyata yang bersangkutan selalu tidak ada di tempat.Syahdan WH disinyalir jarang masuk kerja dan kalau masuk pun dirinya hanya ikut apel setelah itu langsung menghilang entah kemana rimbanya.Saat di tanyakan langsung ke atasannya WH kepada salah satu kepala seksi ternyata tidak tahu menahu keberadaannya.(Ariska)

Komplek Dadaha

Potret Merana Sarana Olah Raga

Tasikmalaya-Bias masih simpang siurnya masalah aset antara Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, ternyata imbas juga dengan kondisi komplek sarana olah raga Dadaha, kini terlihat sebagian besar merana akibat kurang pemeliharaan.Nampak bangunannya sudah banyak yang rusak. Warga menyayangkan kondisi itu karena fasilitas tempat dulu di gelar Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jabar 1993 tersebut dibangun dengan dana melimpah.Yang lebih ironis lagi Dadaha itu kini malah di jadikan tempat kongkow juga bursa esek-esek para menjual syahwat para PSK, waria, gay ataupun ciblek (cilik-cilik betah melek) dan tentunys hari minggu paginya di jadikan pasar kojengkang.

Pemantauan Tadjuk, menunjukkan, kompleks olahraga tersebut sepi dan memprihatinkan. Hanya Stadion Utama Dadaha saja yang tampak terawat baik dan sering digunakan, terutama oleh kesebelasan Persikotas dan Persitas.Sarana olahraga yang lain tampak merana akibat kurang perawatan dan jarang digunakan, seperti Gedung Olah Raga Indor (GOR Sukapura) Gedung Kesenian, GOR Susi Susanti, lapangan sofbol, bisbol, panjat tebing, lapang volly juga basket.Lapangan sofbol, misalnya, sudah tidak tampak sebagai lapangan lagi karena tertutup rumput liar setinggi lutut. Begitu juga arena lapang volly serta panjat tebing. Saluran drainase dan kolam retensi dipenuhi semak belukar dan beberapa titik jalan beraspal telah cekung dan digenangi air.

Semuanya itu merupakan potret merana yang mati enggan hidup segan, bahkan nampak terbengkalai karena terbatasnya pemeliharaan. Selain ditumbuhi rumput liar, Di GOR sebagian lantai konblok juga rusak, dan beberapa lantai dalam ruangan ambles akibat struktur tanah yang labil.Seiring sarana olah raga yang memprihatinkan,ternyata berimbas juga dengan saratnya prestasi olah raga para atlet yang tak kunjung bersinar, padahal dari Kota ini dulu melahirkan ratu bulutangkis kaliber internasional Susi Susanti.Bahkan namanya pun di abadikan menjadi salah satu nama gedung bulu tangkis.

”Saya sedih melihat kondisi komplek Dadaha sekarang ini, tapi pengelola tak bisa berbuat banyak karena tidak diberi dana, alat, dan sumber daya memadai untuk pemeliharaan. Pemasukan keuangan dari sewa gedung sangat sedikit, yaitu dari pemakaian lapangan sepak bola oleh Persitas dan Persikotas,” tutur Juha Abidin salah satu warga yang sering melakukan jogging pagi kepada Tadjuk pekan lalu.

Menurut Juha, dirinya berharap pemerintah segera membuat program terpadu untuk menghidupkan kompleks olah raga kebanggaan warga Tatar Sukapura itu, terutama untuk melahirkan olahragawan profesional seperti dulu Susi Susanti pebulu tangkis kaliber internasioal yang merebut emas olimpiade Barcelona . Masyarakat dan klub-klub olahraga bisa diundang untuk memanfaatkan sarana di kawasan itu dengan tarif terjangkau, sekaligus menggiatkan kompetisi, pameran, atau diselingi konser hiburan. ”Bagaimanapun, sarana itu dibangun dengan dana miliaran rupiah dan sebagian berasal dari masyarakat,sayang kalau dibiarkan merana dan akhirnya rusak,” katanya.

Di tempat terpisah Kepala Pengelola Aset Setda Kota (Pemkot) Tasikmalaya Hanafi SH mengaku bahwa pihaknya belum bisa apa-apa karena areal itu masih di miliki oleh Pemerintah Kabupaten (Pemda) Tasikmalaya,sehingga pemkot tidak bisa memperbaiki fasilitasnya.Ariska


Kota Tasikmalaya

Ekses Transformasi Menuju Kota Niaga Di Priangan Timur

Tasikmalaya-Sejak dibangun dan dipisahkan dari Kabupaten Tasikmalaya pada 2001, kota ini masih sibuk berbenah. Lahan-lahan pertanian dibuka untuk dijadikan tempat pemukiman, kawasan industri, dan pusat-pusat distribusi pelayanan jasa pemerintahan. Pusat-pusat perdagangan dan ekonomi dibangun di banyak tempat.Jalan-jalan yang lebar dan rapi. Orang-orang yang sibuk, lalu lintas dan kendaraan yang ramai. Toko dan pusat-pusat perbelanjaan yang padat pembeli. Gedung-gedung pusat pemerintahan dan pelayanan publik yang megah.

Begitulah rata-rata pemandangan yang akan jumpai jika memasuki sebuah kawasan kota.Semua tak urung akan membayangkan sebuah kota yang hidup. Lalu lintas perdagangan berjalan lancar. Semua orang bisa membeli barang dan punya peluang untuk berwirausaha. Anak-anak bisa sekolah dan pemerintah bisa melayani semua kebutuhan warga kota.Bayangan semacam itu juga yang selama ini menjadi dorongan kuat bagi orang desa untuk hijrah ke kota .Harapan bahwa kota menjanjikan penghasilan dan penghidupan yang lebih baik, telah mendorong urbanisasi besar-besaran sepanjang tahun.

Tetapi dengan sedikit saja menjelajah ruang kota lebih ke dalam, kita akan disuguhi pemandangan yang kontras. Pemukiman penduduk yang padat dengan jalan sempit. Got dan selokan dengan sanitasi yang buruk. Di pemukiman ini juga, biasanya, kita dapat dengan mudah memperoleh bukti-bukti kehidupan kota yang tak selalu ramah. Masih banyak orang yang tidak bisa sekolah, biaya berobat yang mahal, dan pelayanan publik yang tak terjangkau.

Di wilayah agak ke pinggir, akan menemukan pemandangan yang lain lagi. Jalan-jalan baru yang lebar dengan lahan pesawahan di sisinya. Lahan-lahan pertanian yang tak terurus karena sudah dijual pemiliknya dan tengah menunggu ditanami beton.Daftar masalah wilayah pinggir ini biasanya tak jauh dari petani-petani yang mulai kehilangan lahan garapan. Gaya hidup dan pergaulan anak-anak muda yang berubah. Kota sudah dekat tapi tak gampang memperoleh pekerjaan.

Menurut salah satu pemerhati sosial Drs Juhana Sabastian Msi menandaskan bahwa perubahan status menjadi kota dan visi Kota Tasikmalaya menjadi pusat perdagangan dan industri termaju di Priangan Timur, telah menumbuhkan perubahan luar biasa dalam tata ruang kota.Banyak warga kota menjadikan hunian mereka sebagai rumah toko dengan laju yang cenderung tidak terkendali. Ini belum ditambah dengan hadirnya pusat-pusat perdagangan yang dibangun oleh investor dari luar.Kecepatan perubahan tata guna lahan itu sayangnya tidak dibarengi dengan kebijakan tata ruang kota yang komprehensif. Tak jelas mana kawasan perkantoran, perdagangan, pemukiman, dan fasilitas umum. Banyak warga yang merasakan hawa kota tak lagi sejuk seperti dulu. Lalu lintas yang padat, angkutan umum yang macet, dan pepohonan pinggir jalan yang banyak di tebang memang menghiasi pemandangan kota Tasik di banyak tempat. “Pergeseran gaya hidup metropolitan sekarang merasuk ke dalam sendi kehidupan dan itu konsekuensi logis dari era globalisasi yang melanda bumi Tatar Sukapura”, tutur pria yang masih betah melajang itu kepada Tadjuk pekan lalu.

Perubahan kota lanjut Juhana memberikan warna lain bagi kehidupan sosial kaum muda Tasikmalaya. Pada 2005, Kota Tasikmalaya menempati urutan pertama dalam kasus narkoba di Jawa Barat setelah pada tahun sebelumnya berada di urutan ketiga di bawah Bandung dan Bogor . Pada tahun itu, Polresta Tasikmalaya mengungkap 107 kasus narkoba. Bahkan dalam operasi anti narkoba selama 25 hari terjaring 10 kasus Pemekaran dan pembentukan kota-kota baru tampaknya akan terus terjadi sebagai implikasi kebijakan otonomi daerah. Sebagian karena alasan substantif untuk memperpendek jarak pemerintah dan masyarakat dan mempertinggi kinerja pelayanan publik. Sebagian daerah dimekarkan karena motivasi politik menumbuhkan pusat-pusat kekuasaan baru.Berbagai dokumen yang mendasari kebijakan pembentukan kota menyebutkan Tasikmalaya layak menjadi kota baru. Salah satu alasannya adalah kuatnya potensi ekonomi lokal yang khas, yakni berkembangnya sentra-sentra industri kerajinan rakyat di berbagai wilayah.Tetapi potensi ini yang cenderung luput dari perhatian.Pembangunan kota lebih memihak kepada kepentingan industri berskala besar, industri yang nota bene tidak memiliki basis sosial-budaya yang kuat di kalangan masyarakat Tasikmalaya.“Seperti juga banyak kota lain yang sedang berubah, hari-hari ini Tasikmalaya menampakkan diri sebagai kota berwajah gamang. Kota yang belum sepenuhnya yakin bahwa industri besar dan jasa perdagangan bisa mendongkrak perbaikan kualitas hidup warganya. Tapi juga tak sepenuhnya siap untuk meninggalkan akar tradisinya yang sungguh kuat,”jelasnya.Ariska


Aset Pemkab Disinyalir

Di Gadaikan Oleh Oknum PU

Tasikmalaya-Sungguh Memprihatinkan sepak terjang yang di lakukan seorang oknum pegawai Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Tasikmalaya berinisial AN yang di sinyalir nekat mengadaikan sebidang sawah sebanyak 40 bata selama kurun tiga tahun.Dengan rentan cukup lama itu AN bak seorang pemilik tanah itu saja dengan leluasa dirinya menjadikan aset itu sebagai sarana untuk kepentinagn pribadinya.Hanya cuma tergiur ingin mereguk keuntungan sesaat dengan dalih mencari sampingan pendapatan di luar gaji.AN menjadikan tanah itu sebagai ajang bisnis illegal yang potensial tanpa menghiraukan kaidah hukum.Padahal sudah jelas tanah tersebut milik Dinas PU yang terletak di Kampung Sangegeng Desa Mangunreja Kecamatan Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya.Seyogianya aset itu tentunya harus di jaga serta bisa untuk memeliharanya selama ini.

Menurut salah satu korban penipuan yang enggan di sebut identitasnya mengatakan kepada Tadjuk bahwa berawal pelaku menghubungi dirinya dengan tujuan untuk meminjam sejumlah uang karena pelaku mendesak sangat membutuhkan untuk sesuatu keperluannya.Pelaku meminjam sejumlah uang sebesar 1,5 juta kepada korban dengan jaminan aset sebidang tanah 40 bata dan pelaku berdalih dalam waktu dekat uang pinjaman itu akan segera di kembalikan kepada korban.Tadinya korban tidak meresponnya, tapi dengan segala jurus tipu daya yang piawai, akhirnya korban pun luluh juga.Apa lagi dengan di iming-iming sebidang tanah itu.Hingga akhirnya terjadi kesepakatan dan korban pun memberikan sejumlah uang yang di butuhkan oleh pelaku tanpa di atas kwitansi.Setelah waktu berjalan lama dan penantian yang di tunggu untuk menagih janji pelaku agar segera membayar hutang pun tak kunjung datang.Apa lagi korban baru tahu bahwa sebidang sawah yang di gadaikan itu merupakan aset Dinas PU bukan milik pelaku.Sehingga korban pun mendesak kepada pelaku agar segera membayarnya karena sudah berjalan selama tiga bulan.Ternyata korban bukannya membayar seperti janjinya dulu, justru malah menghindar bahkan sulit untuk di temui sama sekali.”Keinginan saya seh pelaku bisa mengembalikan uang yang dulu pernah meminjamnya ,sebab pelaku sudah tiga tahun ini tidak pernah membayar sepeser pun,”geramnya.

Selanjutnya dirinya akan segera melaporkan kasus tersebut ke pihak yang berwajib, bila pelaku hanya terus menerus berucap janji di atas ingkar saja.Karena perbuatannya sudah bisa di kategorikan penipuan / pidana, apa lagi pelaku dengan gegabah menjadikan sebidang tanah itu sebagai jaminan yang ternyata aset Dinas PU bukan miliknya.Pelaku ternyata bukan kepada dirinya menipu dengan mengadaikan tanah tersebut, tetapi pelaku juga dengan modus yang sama telah menipu orang lain.”Jadi pelaku itu sudah menjadikan dan memanfaatkan sebidang tanah itu sebagai sarana untuk menipu warga,”terangnya(Ariska)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar