Jumat, 24 September 2010

Esex-Esex Dan Udug-Udug.

Kawasan Dadaha Tasikmalaya
Siang Sarana Olahraga, Malam Digunakan Ajang Olah Paha

Tasikmalaya-Akibat belum jelasnya masalah pembagian aset antara Kota dan Kabupaten Tasikmalaya hingga saat kini.Maka konsekuensinya pun aset itu menjadi terbengkalai, seolah tak di perhatikan sama sekali.Hal itu pun terlihat bila hari minggu pagi tiba, areal itu berubah menjadi pasar kaget sehingga hak warga yang akan olah raga pun tersita oleh para pedagang juga pembeli Seiring waktu berjalan fatalnya kini, areal tersebut di memanfaatkan sebagai ladang esek-esek untuk mereguk rupiah dengan menghalalkan segala cara dengan cepat.Padahal sejatinya di peruntukan bagi kegiatan olahraga untuk di nikmati segenap masyarakat luas.Tapi konyolnya sangat ironis justru mulai bergeser malah di gunakan sebagai sarana ajang olah paha oleh segelintir orang.Fenomena prostitusi itu kini benar-benar menjadi momok bagi rona kehidupan malam di kawasan Komplek itu, padahal Tasikmalaya identik dengan kota santri yang menjadikan agama sebagai panji misi dan visi religius islaminya.Tapi tak lepas dari semua itu ternyata kota kelahirannya Raja Dangdut Rhoma Irama itu menyimpan potensi bisnis prestisius, yang mana tempat lokasinya berada tepat di areal sekitar kawasan yang pernah dipakai Porda (Pekan Olahraga) Jabar 1993 itu.

Eksistensi penjual kehangatan birahi itu, seolah memanfaatkan tempat tersebut, di jadikan kebugaran gairah untuk berpacu membakar dinginnya malam.Denyut kehidupannya tak pernah terlelap untuk terus bergelora menawarkan jasa kehangatan tubuh, kepada pria hidung belang.Dengan harga relatif murah,tapi memberikan pelayanan untuk memuaskan dan memanjakan para pelanggannya di sepanjang malam.Maraknya bisnis lendir kenikmatan ini menambah awan kelabu bagi eksistensi areal Dadaha yang sejatinya dialokasikan ajang representasi untuk aktivitas olahraga.Akan tetapi saat ini justru malah dijadikan sebagai barometer bursa esek-esek kelas menengah ke bawah.Hadirnya aktivitas kebutuhan biologis itu,tak heran kini ada semacam lelucon konyol yang mengatakan, bahwa kalo pagi sampai siang hari Komplek tersebut digunakan untuk olahraga.Tapi kalau menjelang senja hari, digunakan untuk olah rasa dan menjelang sang rembulan tiba malah digunakan untuk ajang olah paha.

Gairah para pramusyahwat ini rupanya terdiri dari elemen kominitas Wanita Tuna susila (WTS), kaum Wanita Pria (Waria) dan yang paling fenomenal adalah kemunculan kaum Ciblek (terminologi pramusyahwat wanita dari elemen ABG) dan Brondong (pramusyahwat pria muda yang bisa melayani kaum gay atau tante girang) yang turut berpartisifasi meramaikan bursa esek-esek.Mereka bernafsu berlomba untuk mencari mangsa dan berburu rupiah sebagai suatu urgen tuntutan. “Tapi diantara komunitas tersebut tidak ada friksi antara satu dengan yang lainnya, karena masing-masing pihak sudah mempunyai klien tertentu dan punya segemen tersendiri lho”, tutur Minceu (22) salah satu penjaja cinta yang bertubuh bohai kepada Tadjuk pekan lalu.

Minceu berkesimpulan bahwa tempat para kongkow-kongkow (nongkrong) mereka tersebut mempunyai base camp tersendiri misalnya kaum Waria di Gedung Kesenian.Kaum Ciblek dan brondong di sekitar areal lapangan basket atau cafe dan kaum WTS mejeng di kedai kopi atau malah berkarokean di cafe sambil ngrumpi. “kalau malam minggu tiba sih biasanya areal Komplek Dadaha berubah jadi gegap gempita dipenuhi lautan manusia yang mayoritas kaum adam tapi ada juga sebelintir pasangan muda mudi membawa teman kencannya mungkin hanya untuk memadu kasih dan melepas rindu saja, tapi bagi komunitas kita sih malam minggu merupakan suatu anugerah yang terindah pada saat momentum itu sih, ya bagi kita laris manis lah lumayan buat nambah income lho, wong cuma seminggu sekali kok”, imbuhnya.

Minceu lebih lanjut mengemukakan bahwa eksistensi para pekerja sek tersebut yang berada di Komplek Dadaha hanyalah klasifikasi menengah ke bawah “Jadi untuk standarisasi tarif pun relatif murah dan terjangkau oleh berbagai elemen status sosial yang ada, kecuali malam Minggu ada tarif khusus dech”, ungkapnya tanpa mau menyebutkan tarif yang dimaksud, seraya juga Minceu menambahkan bahwa biasanya tempat untuk berkencan mereka itu sangan beragam tergantung para klien, ada yang ngajak ke hotel atau tempat alinnya, bahkan ada juga yang nekad kencan di kawasan Komplek Dadaha tersendiri yang penting tersalurkan kebutuhan biologisnya.

Meski sering digelar operasi penerbitan, minceu menuturkan bahwa sejatinya hal tersebut sungguh dilematis bagi komunitasnya di suatu sisi sudah merupakan urgen tuntutan kebutuhan perut, tapi di sisi lain sering berkonfrontir dengan aparat. “Tapi itu mungkin sudah menjadi konsekuensi logis dari suatu perjuangan yang penuh dengan gejolak tantangan”, keluhnya.

Ketika disinggung tentang maraknya virus AIDS yang sangat riskan bagi penjaja cinta, Minceu tak pernah terbersit untuk menciutkan nyalinya bahkan menandaskan bahwa itu semua hanyalah suatu resiko bagi komunitasnya, karena bagaimanapun perjuangan itu harus membutuhkan pengorbanan yang setimpal.

Sementara itu di tempat terpisah salah satu elemen masyarakat dari Forum Aliansi Rakyat Tasikmalaya (FARAT) Drs Raka Lakirabi, yang menandaskan bahwa dengan menggeliatnya aktivitas prostitusi yang selama ini, laksana cendawan di musim hujan merupakan problematika yang sangat komplek. Bukan semata-mata dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan libido kaum adam yang notabenenya para hidung belang saja.Akan tetapi ada beberapa elemen yang menstimulasikan timbulnya aktivitas tersebut, diantaranya adalah faktor ekonomi karena terbukti bahwa bisnis esek-esek ini, dapat menghidupi begitu banyak orang, mulai dari para pekerja seksnya sendiri, mucikari, calo, pedagang di sekitar lokalisasi, tukang becak dan proteksi keamanan. “Eksistensi mereka suatu evolusi dengan network sedemikian rupa dan hal tersebut sangat erat bertalian dengan hajat banyak orang, maka dari itu bisnis esek-esek itu menjadi bagian yang sah dari refleksi kehidupan sosial, karena mampu membuka akses lapangan kerja bagi mereka meskipun instrumen konsekuensi sangat riskan akan mudahnya terjangkit virus AIDS serta dikerjar-kejar aparat” tutur nya.

Evolusi bisnis esek-esek ini menurutnya kian hari sangat terasa telanjang di depan mata.Meski sering kali terdengar ada operasi penertiban yang digelar, tapi anjing menggonggong kafilah berlalu saja dan hal itu tidak pernah emnciutkan nyali mereka.Sebab tuntutan urgen kebutuhan perut dan yang penting lagi adalah kebutuhan bagian bawah perut yang membuat para PSK ini mampu bertahan lama. “Seyogyanya pihak birokrasi terus ada sensitifitas perhatian melihat keadaan ini donk, terhadap mereka dengan pendekatan secara persuasif dan mampu utnuk diberdayakan ke arah yang positif dengan berbagai aktivitas yang bersinergi untuk bisa menghasilkan suatu produktivitas yang bisa menunjang kelangsungan hidup mereka secara berkesinambungan dan tentunya upaya ini harus ada sosilisasi yang intensif”, tutunya seraya juga Raka menambahkan bahwa hal itu memerlukan sustu proses dan hal paling urgen adalah adanya keinginan political will dari birokrasi itu sendiri utnuk menyiapkan beberapa elementer untuk keperluan yang menyangkut hal diatas tersebut terutama dari kesiapan sisi finansial.(Ariska)

1 komentar: